Diposkan pada One Shoot, Oneshot, Romance

Emptiness[Ego]

poster-emptiness-copy

Nealra Present Emptiness(Ego)

Main Casts :
Kim Jongin||Park Hyeyeon(OC)

Mayor Casts :
Im Kyungin(OC)||Min Hanseul(OC)||Shin Jihyun(OC)

in Romance||Adventure||Oneshoot

The casts belong to their self and GOD. Storyline belong to Nealra

And Poster by  Funluobell’s art @Poster Channel

Ketika sekumpulan remaja memasuki zaman kehampaan tanpa tahu bagaimana caranya kembali atau bertahan hidup di zaman itu.

Dan saat kau tahu bawah kau tak akan bisa menang melawan egomu sendiri.

~Emptiness~

            “Jadi, kita akan berangkat besok. Kalian jangan sampai terlambat dan bagi yang membawa kendaraan pribadi harus mengecek kendaraannya masing-masing sebelum berangkat” Kalimat ini mengakhiri kelas Moon saem.

Esoknya, semua siswa telah berkumpul lengkap dengan puluhan mobil bermacam merek yang berjejer rapi di tempat parkir. EXO High School merupakan sebuah sekolah yang terletak di pinggiran kota Seoul, tapi juga merupakan sekolah bagi siswa diatas rata-rata, entah itu secara akademis, non-akademis, maupun materi.

Dan awal musim panas ini, siswa kelas 1-4 dan 1-5 berkumpul di sekolah untuk berangkat melakukan penelitian di salah satu wisata air terjun yang letaknya berada di luar kota. Siswa diizinkan untuk menggunakan kendaraan pribadi setelah terjadi protes besar-besaran saat Moon saem mengajukan agar siswa berangkat menggunakan bus. Ada yang tidak suka berpanas-panasan, alergi jika lama-lama di bus dan banyak lagi alasan-alasan khas siswa-siswa kaya.

Tampak siswa yang tidak membawa kendaraan sibuk mencari tumpangan untuk dirinya. Cukup berbeda dengan seorang laki-laki berambut hitam dengan kulit yang juga sedikit gelap yang malah mengajak orang lain bersamanya “Park Hyeyeon, apa kau mau pergi bersamaku?” tanya laki-laki itu dengan senyuman khasnya.

Gadis bernama Park Hyeyeon tersenyum kikuk “Maaf. Aku akan pergi bersama Kyungin”

“Maaf sekali Hyeyeona, tapi yang numpang di mobilku sudah empat orang” Celetuk gadis tinggi berkulit putih, Kyungin, tanpa rasa bersalah. Hyeyeon menatap Kyungin kesal lalu beralih ke gadis manis yang tengah bersandar di kap mobil berwarna merah muda “Aku juga sudah full, Hyeyeona” Gadis itu, Hanseul, menjawab dengan santainya.

Hyeyeon berdecak pelan sambil melemparkan death glare kepada teman-temannya itu sebelum beralih kepada Jongin dengan senyum manisnya “Seperti yang sudah kau dengar. Aku tidak punya tumpangan, jadi aku akan ikut bersama”

Jongin tersenyum lebar “Okay, mobilku ada di pojok depan. Sampai nanti” Jongin melambaikan tangannya sekilas sambil berjalan meninggalkan Hyeyeon dan kawan-kawan.

Tepat setelah Jongin pergi, Hyeyeon menatap teman-temannya sambil tersenyum sinis “Kalian puas sekarang?”

“Puas!” Kompak Kyungin dan Hanseul diiringi tawa kedua orang itu. Hyeyeon hanya bisa mendesah berat sambil mengacak rambutnya frustasi “Awas saja kalau terjadi sesuatu. Kalian tidak akan kubiarkan tenang” ancam Hyeyeon.

“Iya! Iya” Kyungin merangkul Hyeyeon dengan tawa kecilnya.

Waktu keberangkatan telah tiba, dengan lemasnya, Hyeyeon berjalan menghampiri Jongin. Tepat di depan Jongin, Hyeyeon berusaha tersenyum “Siapa saja yang akan ikut bersamamu?”

“Hanya kau” Jawab Jongin, santai. Hyeyeon mengangguk sambil tersenyum walau dapat terlihat jelas kalau ia memaksakan senyumannya.

Jongin memasuki mobilnya. Disaat yang bersamaan, seorang gadis lain menghampiri Hyeyeon dengan napas yang tersengal-sengal “Hampir saja aku terlambat. Apa boleh aku numpang di mobil ini?”

“Boleh. Tentu saja boleh” Jawab Hyeyeon, girang. Walau yang punya mobil bahkan belum tahu apa-apa. Hyeyeon menyembulkan kepalanya di depan kaca samping mobil “Jihyun tidak punya tumpangan. Dia bisa ikut di mobil ini kan?”

Hening. Jongin serasa baru saja terkena lemparan batu yang menyadarkannya dan membawanya kembali ke dunia nyata. Ia menatap Hyeyeon yang tampak sangat senang dengan kehadiran Jihyun, dan mau tidak mau “Tentu. Dia bisa ikut” ia harus menyetujuinya.

Hyeyeon dan Jihyun duduk di belakang sementara Jongin sendiri di depan. Hyeyeon memaksa agar ia dan Jihyun duduk bersama di belakang karena tidak baik jika ada satu orang sendirian di belakang padahal mereka sama-sama perempuan. Dan sekali lagi, Jongin hanya bisa menyetujuinya.

Selama perjalanan, Jongin mencoba membuka percakapan antara dirinya dan Hyeyeon tapi Hyeyeon yang memang tidak banyak bicara hanya merespon seadanya, berbeda dengan Jihyun yang tampak semangat mengobrol dengan Jongin, walau bukan itu yang Jongin inginkan. Sesekali Jongin menatap wajah tenang Hyeyeon yang sibuk menatap ke luar jendela.

Mereka berhenti di perhentian pertama. Semua turun untuk menyelesaikan urusan masing-masing, begitupun dengan semua yang berada di mobil Jongin.

Jihyun dan Hyeyeon menghampiri teman-teman mereka setelah tiba di perhentian pertama. Seketika itu juga, Kyungin segera menarik Jihyun agar menjauh dari mereka. Hyeyeon menatap Hanseul seolah mengatakan ‘kenapa?’ yang dibalas Hanseul dengan indikkan pundak.

Semua bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Hyeyeon menghampiri Jongin yang telah menunggu di depan mobil “Ayo kita pergi!” Ajak Jongin.

“Jihyun kan belum kembali” Hyeyeon melirik ke sekeliling berusaha mencari keberadaan Jihyun.

“Ah~ itu. Tadi Jihyun bilang kalau dia akan ikut di mobil Kyungin. Mereka harus membicarakan sesuatu”  Jelas Jongin. Hyeyeon memalingkan wajahnya sambil tertawa kecil “Sungguh menggelikan teman-temanku itu” batin Hyeyeon.

“Baiklah. Ayo kita pergi” Ucap Hyeyeon setelah menghela nafas. Jongin tersenyum senang “Tapi kau harus duduk di depan. Aku tidak mau terlihat seperti supirmu” Hyeyeon mengangguk sambil tersenyum kecil.

Perjalanan dilanjutkan. Dan kali ini mereka hanya berdua. Benar-benar berdua di dalam mobil itu. Jongin mencoba menghangatkan pembicaraan mereka, tapi Hyeyeon tidak terlalu peduli. Ia memilih menatap pemandangan di pinggir jalan dari balik kaca jendela.

“Apa yang kau lakukan untuk menghabiskan liburanmu? Belajar?” tanya Jongin. Hyeyeon tertawa kecil “Kau pikir aku robot yang kerja hanya belajar. Asal kau tahu aku tidak akan mau belajar kalau bukan untuk mengerjakan PR atau persiapan untuk ulangan. Jadi mana mungkin liburan kugunakan untuk belajar”

Jongin ikut tertawa “Ya karena bagaimana pun kau adalah peringkat satu di kelas. Jadi kupikir kau akan banyak belajar”

“Kupikir kita sama saja. Jadi, apa kau ingin menghabiskan liburanmu hanya untuk belajar?” Hyeyeon balas bertanya. Jongin menggeleng “Aku akan stress jika belajar terus”

“Begitupun denganku” ucap Hyeyeon.

Park Hyeyeon, peringkat satu dari kelas 1-4. Ia kuat dalam mata pelajaran Matematika dan merupakan anggota Math Club. Walau begitu, ia juga tidak kalah dipelajaran lain. Ia hanya kurang dalam segala hal yang berbau praktek, entah itu persentase atau membuat karya tertentu. Hyeyeon sendiri masih terikat pada cinta bertepuk sebelah tangannya yang telah bertahan selama lebih dari tiga tahun. Ia tidak berusaha mencari cinta yang baru dan selalu mengelak jika ia merasakan perasaan itu.

Sementara Kim Jongin mendapat peringkat ketujuh di kelas yang sama, walau sebelumnya ia merupakan calon peringkat tiga besar di kelasnya. Jongin merupakan anggota Biology Club. Ia termasuk di atas rata-rata untuk semua mata pelajaran, serta praktek. Kekurangannya, ia tak benar-benar tahu bagaimana sopan santun itu. Dalam percintaan, ia cukup populer, walau belakangan ini ia tidak ingin menjalin hubungan dengan siapaun dan memilih fokus dengan lomba-lomba Biologinya.

Hyeyeon dan Jongin kembali larut dalam keheningan. Tampak di depan ada kabut yang tebal, mereka telah memasuki kawasan yang cukup tinggi dengan pepohonan rimbun di kiri-kanan jalan, jadi tidak salah jika ada kabut di beberapa titik tertentu.

Jongin menyalakan lampu mobilnya setelah berada di dalam kabut itu. Ia dapat melihat jalanan di depan dan bisa memastikan kalau tidak akan terjadi kecelakaan, hanya saja ia tak dapat menemukan mobil-mobil lain yang sebelumnya berada di depan mobilnya.

Kecepatan mobil Jongin cukup pelan, ia tak berani mengambil resiko. Dan kesempatan ini tampak bagus untuk kembali mencairkan atmosfer kekakuan di antara mereka.

“Hyeyeona, bagaimana kehidupan SMP mu? Apa kau sepopuler sekarang?” tanya Jongin sambil sesekali menatap wajah Hyeyeon.

Hyeyeon tertawa kecil “Aku populer? Di kelas, iya. Tapi di luar kelas, sama sekali tidak. Dan kehidupan SMPku biasa-biasa saja. Aku tidak menonjol di kelas maupun di organisasi. Bagaimana denganmu?”

Jongin tersenyum ketika Hyeyeon memberikan feedback sesuai yang diinginkannya “Aku juga tidak terlalu populer, tapi aku cukup aktif di beberapa organisasi sekolah”

“Bohong. Kalau tidak salah, kau adalah salah satu siswa terpopuler di sekolahmu dulu” Hyeyeon menatap Jongin sekilas lalu kembali menatap lurus ke depan. Jongin hanya tertawa kecil “Begitu kah yang orang-orang katakan?”

“Ehm” Hyeyeon mengangguk-ngangguk.

Bersamaan dengan itu, tampak cahaya yang cukup terang. Sepertinya mereka akan segera keluar dari kabut. Walau semua kembali hening, tapi Jongin sudah cukup merasa senang mendapat kesempatan mengobrol dengan Hyeyeon.

Mereka telah sepenuhnya keluar dari kabut, tapi pemandangan di sekitar tampak sangat membingungkan. Hamparan pasir berwarna cokelat merah dengan matahari yang bersinar terik serta gunung tak berpohon bak lukisan di sekeliling mereka.

“Apa ini? Gurun?” Hyeyeon menatap sekeliling dengan bingungnya. Begitupun dengan Jongin yang masih mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang pelan “Sebenarnya kita mau kemana? Dan dimana kita sekarang?”

Tak ada seorang pun yang dapat mereka temukan. Mereka juga tidak menemukan mobil atau pun bekas ban mobil. Tampak hanya merekalah makhluk bernyawa di tempat itu. Jongin menghentikan laju mobilnya lalu turun dari mobil diikuti Hyeyeon.

“Kita tidak sedang bermimpi kan?” tanya Hyeyeon menatap sekeliling yang tampak begitu tidak masuk akal baginya. Jongin menggeleng “Aku juga bingung”

Mereka berdua bersandar di kap mobil berwarna hitam milik Jongin sambil sekali lagi memastikan apakah mereka benar-benar tidak bermimpi.

Mengingat mereka hanya berdua, Jongin tersadar akan sebuah pertanyaan yang sejak tadi ingin ia tanyakan. Walaupun tidak sepantasnya dia menanyakan pertanyaan ini disaat mereka dalam keadaan yang tidak biasa “Hyeyeon” panggilnya, menatap lekat wajah gadis itu.

“Ada apa?” tanya Hyeyeon, sambil balas menatap mata Jongin. Sejenak kedua remaja itu tampak terkejut, tapi Hyeyeon segera mengembalikan ekspresinya seperti biasa.

“Sudah seminggu sejak aku pulang dari Seoul untuk lomba” gumam Jongin sambil tersenyum tipis. Hyeyeon mengalihkan pandangannya, ia menatap lurus hamparan pasir “Jadi, kenapa?”

“Tentang yang kau katakan sebelum aku pergi lomba…” Jongin menggantungkan ucapannya, ia tampak gugup.

FLASHBACK

Kelas 1-4 mengakhiri pelajaran lebih cepat dibanding kelas lain. Beberapa siswa memilih tetap di kelas untuk menunggu teman mereka dari kelas lain. Sementara Jongin sendiri, bergegas meninggalkan kelas menuju ke tempat parkir. Diam-diam, Hyeyeon mengikutinya dari belakang.

“Jongin!” Panggil Hyeyeon sebelum Jongin memasuki mobilnya. Jongin menatap Hyeyeon seolah mengatakan ‘ada apa?’

Gadis itu terdiam cukup lama. Jongin masih menatap Hyeyeon dengan bingung “Apa yang ingin kau katakan? Kalau tidak penting, sebaiknya aku pergi” Jongin membuka pintu mobilnya.

“Tunggu!” Hyeyeon menahan tangan Jongin. Ia menggigit bibir bawahnya  lalu menghela nafas berusaha mengurangi rasa gugupnya.

“A-ku…”

“menyukai…”

“mu… Jongin”

Hening. Tak ada yang berbicara hingga sepersekian detik berlalu. Jongin menatap Hyeyeon yang tengah menunduk. Ia tersenyum manis pada gadis itu “Aku harus fokus pada lombaku dulu…”

“Tidak apa-apa. Aku tidak memintamu untuk menyukaiku atau menjadi pacarku kok” Tanpa menatap Jongin, Hyeyeon berbalik pergi. Tapi, Jongin segera menggenggam lengan Hyeyeon “Aku juga menyukaimu”

Deg. Kembali mereka larut dalam keheningan. Hyeyeon menghentikan langkahnya sementara Jongin menurunkan tangannya.

“Aku harus packing secepat mungkin. Jadi, aku harus pergi sekarang. Sampai ketemu senin nanti, Hyeyeona” Jongin masuk ke dalam mobilnya lalu benar-benar pergi meninggalkan tempat itu.

Sementara Hyeyeon masih terdiam. Wajahnya memerah sempurna bak kepting rebus “Apa yang baru saja kulakukan? Apa aku mabuk? Ya. Aku lebih dari mabuk, aku sudah gila” Hyeyeon memukul kepalanya tanpa henti.

END FLASHBACK

Jantung Hyeyeon berdetak cepat mengingat hari itu. Kembali ia hanya bisa merutuki dirinya sendiri yang bertindak tanpa berpikir panjang. Hyeyeon menelan salivanya kemudian berkata “Sudah kukatakan hari senin itu, otakku sedang bermasalah saat aku mengungkapkannya padamu. Jadi, kau tidak perlu menganggapnya serius.

“Tapi, Hyeyeona, aku juga menyukaimu. Bukankah tidak masalah jika….”

“Mungkin aku tidak serius. Aku berpikir pendek saat itu. Bisakah kau melupakannya” Bentak Hyeyeon, menatap Jongin dengan wajah memohon.

Mata Jongin membulat. Entah kenapa ia merasakan sakit yang begitu dalam. Bukan ini yang ingin didengarnya dari mulut seorang Park Hyeyeon. Bukan ini yang ia rencanakan sejak Hyeyeon mengungkapkan perasaannya. Ia menyukai Hyeyeon dan sangat senang saat tahu kalau Hyeyeon juga menyukainya.

“Baiklah jika itu maumu” lemas Jongin lalu memalingkan wajahnya, berusaha menjauhkan sosok Hyeyeon dari pandangannya “Mungkin kau sedikit tertarik padaku karena kita berada di jalur yang sama. Kita tipe orang yang peduli pada pelajaran, jadi…”

“Lupakan! Aku tidak ingin mendengar hal ini dibahas lagi” Hyeyeon ikut memalingkan wajahnya. Tampak gadis itu mengepalkan tangannya entah karena apa.

Dan mereka kembali larut dalam keheningan. Seketika, Hyeyeon merasa sesuatu merayap di kakinya. Ia melihat ke bawah dan “Ah!!!!” teriak Hyeyeon sambil lompat kesana-kemari. Jongin segera melihat keadaan Hyeyeon dan ia sama terkejutnya saat melihat cacing seukuran ular melilit kaki Hyeyeon.

“Hyeyeona, tenang!” Jongin mencoba menenangkan. Ia melirik kesana-kemari mencoba mencari sesuatu yang bisa melepaskan cacing aneh itu. Ia menemukan sebatang besi panjang. Tapi Hyeyeon masih tetap melompat sambil menggoyang-goyangkan kakinya, panik.

“Hyeyeona!” panggil Jongin. Sayang Hyeyeon tampak tidak peduli. Dengan cepat, Jongin mendekap Hyeyeon dari belakang. Mereka sama-sama tak dapat menyembunyikan detak jantung yang semakin cepat.

“Tenanglah. Kau akan membuat cacing aneh itu bertambah agresif jika kau tidak tenang” Bisik Jongin membuat Hyeyeon melemaskan badannya. Ia diam sesuai dengan arahan Jongin sambil menggenggam erat lengan kiri Jongin. Jongin mencoba memukul-mukul pelan cacing itu menggunakan batangan besi yang ditemukannya. Ia berusaha mengalihkan perhatian cacing itu.

Dan benar saja, cacing itu perlahan melepaskan lilitannya pada kaki Hyeyeon dan beralih melilit besi itu. Jongin melempar besi itu sejauh mungkin setelah cacing tadi melepaskan lilitannya pada kaki Hyeyeon.

“Bagaimana? Sudah tidak ada?” tanya Hyeyeon, masih bergelantungan di lengan kiri Jongin sambil menatap ke belakang. Jongin mengangguk “Sudah tidak ada” Ia menatap cemas ke arah gadis yang disukainya ini.

Perlahan Hyeyeon melepaskan genggamannya “Terima kasih” ucapnya menatap sekilas mata Jongin lalu kembali menunduk. Jongin mengacak lembut rambut Hyeyeon “Ternyata kau bisa takut juga”

Hyeyeon menatap Jongin sambil mengurucutkan bibirnya “Siapa yang tidak takut pada makhluk aneh seperti tadi? Bukan ular, bukan cacing. Cacing sebesar ular. Rasanya aku mau muntah”

Jongin tertawa kecil “Wah~ Jadi ini sifat kekanak-kanakannya Park Hyeyeon. Aku selalu penasaran setiap Kyungin dan Hanseul berkata kalau kau terkadang menjadi sangat kekanak-kanakan, dan ternyata begini yah” Hyeyeon tak merespon. Ia hanya menautkan kedua alisnya, dengan wajah yang mulai memerah.

Jongin tersenyum lebar, ia sangat menyukai ekspresi Hyeyeon yang kehabisan kata-kata. Dan ekspresi ini amat sangat jarang bisa dilihat.

“Ayo kita pergi dari sini!” Ajak Hyeyeon, mengalihkan pembicaraan sekaligus mencegah wajahnya memerah sempurna karena Jongin masih menatapnya hingga saat ini.

“Baiklah” Senyum Jongin sambil mencubit pipi Hyeyeon lembut. Hyeyeon menganga tak percaya. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala sambil berdecak pelan. Tampaknya, sifat kekanak-kanakan tadi telah menghilang.

Baru saja Jongin ingin membuka pintu mobilnya, cacing aneh tiba-tiba muncul dari balik tanah. Untung saja Jongin dapat segera menghindar, karena kalau tidak, tangannya akan menjadi sasaran. Hyeyeon segera berdiri di belakang Jongin sambil memegang lengan Jongin “Cacing aneh itu muncul lagi. Bagaimana ini?”

“Kita harus lari” gumam Jongin. Hyeyeon menatap Jongin bingung “Kenapa?” Jongin mengangkat jari telunjuknya lalu menunjukkan sesuatu dan seketika itu juga mata Hyeyeon membulat “Lari!” teriaknya.

Mereka berdua lari secepat mungkin. Sementara di belakang mereka, sekumpulan cacing aneh tengah merayap mengejar mereka. Awalnya mereka berlari kemana saja, tak tentu arah, setidaknya berusaha menjauh dari cacing-cacing aneh yang semakin banyak itu. Tapi, kemudian, Jongin mendapati sebuah pos yang tidak langsung berhubungan dengan tanah melainkan di topang oleh beberapa batang besi. Walau tempat itu mungkin tak akan terlalu menjamin keselamatan mereka, tapi tetap saja mereka tidak akan bisa terus berlari seperti itu.

“Kita naik ke tempat itu” Tunjuk Jongin. Hyeyeon menautkan kedua alisnya “Mereka bisa saja merayap dan melilit kita dengan mudahnya” Tolak Hyeyeon.

“Tapi kau juga tidak akan mampu berlari terus kan?” Jongin menekan pertanyaannya. Hyeyeon mendesah berat lalu mengangguk.

Mereka pun naik ke atas pos itu. Tampak jelas kedua orang ini telah kehabisan nafas. Hyeyeon bahkan tak mampu lagi berdiri. Ia tak bisa lagi berlari. Sementara Jongin tetap mengawasi cacing-cacing aneh itu.

“Hyeyeona~”Panggil Jongin, seolah ingin memperlihatkan sesuatu.

“Ada apa?” Hyeyeon tampak tidak ingin peduli. Tanpa disuruh, Jongin segera membantu Hyeyeon berdiri lalu memperlihatkan apa yang dilihatnya. Hyeyeon terdiam sejenak “Apa itu? Cacing itu tidak bisa merayap naik? Kenapa?”

“Mungkin aliran listrik?” Tebak Jongin. Hyeyeon mengindikkan bahunya “Mungkin saja”

Hyeyeon kembali duduk. Fakta yang baru saja dilihatnya dapat membuat ia sejenak bernapas lega “Kita bisa selamat jika tetap di sini” Jongin mengangguk. Ia ikut duduk berhadapan dengan Hyeyeon.

Tiba-tiba, semua bergoyang. Jongin refleks berdiri lalu melirik ke bawah. Cacing-cacing itu semakin banyak saja dan berusaha merobohkan pos ini karena mereka tidak bisa menaikinya “Kita akan tetap dalam bahaya jika kita bertahan disini”

Hyeyeon ikut berdiri. Ia mengacak rambutnya frustasi “Apa aku harus mati di tempat yang aneh ini?”

“Tenanglah” Jongin memegang kedua pundak Hyeyeon lalu menatap lurus mata gadis itu “Aku punya ide. Dan kau harus menerima ide ini jika ingin kita berdua selamat. Atau setidaknya kau selamat”

Hyeyeon tak menjawab. Ia tak benar-benar membalas tatapan Jongin karena sesekali ia menatap ke bawah atau ke samping. Jongin menghela nafas “Aku akan turun dan mengalihkan mereka, dengan begitu, mungkin saja mereka semua mengikutiku, atau setidaknya hanya sedikit cacing yang akan tinggal di bawah ini sehingga tempat ini tidak akan roboh”

Hyeyeon mencoba melepaskan pegangan Jongin darinya, tapi Jongin terlalu kuat “Kau bodoh! Apa kau ingin mati? Kau pikir aku akan senang jika ada orang yang mati demi aku. Cih” Hyeyeon memalingkan wajah kesalnya.

Perlahan Jongin menarik Hyeyeon ke dalam pelukannya lalu berbisik “Tapi aku juga tidak akan senang melihat kau mati di sampingku. Bukankah pemeran utama laki-laki selalu berkorban demi pemeran utama perempuan. Lagipula aku tidak benar-benar ingin mati. Aku akan berlari hingga memasuki mobil untuk kemudian menjemputmu atau tetap mengalihkan perhatian cacing itu sambil mencari teman-teman yang lain”

“Bodoh!” Cibir Hyeyeon, pelan. Jongin tersenyum “Terima kasih telah mengkhawatirkanku” Ia melepas pelukan Hyeyeon lalu melirik ke bawah. Tampak di sisi belakang tidak terlalu banyak cacing yang mengerumuni. Tanpa memberi aba-aba, Jongin segera melompat ke bawah melewati sisi bagian belakang, membuat mata Hyeyeon membulat.

“Apa yang dia lakukan? Apa dia segitu inginnya mati?” Hyeyeon menatap Jongin yang tengah berlari memutar. Kehadirannya disadari oleh cacing-cacing tersebut. Dan seperti dugaan Jongin, lebih dari seperdua cacing-cacing itu beralih mengikut Jongin.

Hyeyeon menghela nafas berat. Ia menatap Jongin sekilas. Hyeyeon menarik napas lalu berteriak “Kau harus kembali Kim Jongin…” Jongin yang mendengar itu menatap Hyeyeon masih sambil berlari.

Hyeyeon kembali melanjutkan “KARENA KITA BAHKAN BELUM RESMI BERPACARAN. JADI KAU HARUS KEMBALI DAN BERKENCAN DENGANKU” Senyum Jongin mengembang tepat setelah dua kalimat itu berakhir.

Ia mengacungkan jempolnya pada Hyeyeon “AKU AKAN KEMBALI”

~Emptiness~

Banyak yang kecewa?

Karena tidak sesuai dengan kalimat paling awal dimana author bilang kalau ‘sekumpulan remaja’ padahal hanya dua orang ini saja yang dibahas. Kenyataannya memang sekumpulan remaja yang memasuki zaman ini, tapi hanya Hyeyeon-Jongin yang dibahas saat ini

Atau merasa ini bukanlah akhir yang seharusnya. Dan sangat-sangat menggantung. Juga isi fict yang sangat absurb.

Tentang bagaiman fict ini selanjutnya, ditentukan dari partisipasi para readers. And siders, please, just go away.

Penulis:

I Like writing... I Love my family and my friends... I'm K-Pop Lovers and Ulzzang Lovers

14 tanggapan untuk “Emptiness[Ego]

  1. pas adegan ada cacing besar itu, ku benar-benar kebayang ama itu
    kkebayangnya yang ada difilm upin ipin adventure hee
    wah.. apakah jongin akan benar-benar selamat??
    penasaran..
    ditunggu kelanjutannya ya kak
    fighting!!

    1. emangnya ada cacing besar yah di film upin ipin adventure? ntar author cek deh hhehe
      btw, kenapa manggil kak? Bisa aja kan aku lebih muda. Nealra line 99. Hyunda?

      1. oh,, heee
        aku 97 line, ya udah ku enaknya panggil apa??
        ade, dongsaeng, nealra, apa-apa??
        soalnya kebiasaan kalo coment aku pasti panggil mereka kakak hee

Tinggalkan Balasan ke Nealra Batalkan balasan