Diposkan pada Fanfiction

The Smartass Project 4

smartass

The Smartass Project
Baekhyun, Chanyeol, Kyungsoo || Comedy, Friendship, Sliceoflife, Schoollife || G
Foreword:
Bagaimana jadinya jika kau mengerjakan tugas kelompok dengan ketiga siswa terpintar di sekolahmu? Apa kau akan bahagia? Mungkin tidak!

Index:
Prolog//I//II//III

Iruza Izate@2015


Sebenarnya arogan bukanlah salah satu sifat yang perlu dibanggakan.

Tapi persetan dengan itu.

Kali ini aku harus benar-benar menyombongkan diri dan berbicara lantang kepada semua orang, menunjukkan pada mereka bahwa aku adalah orang yang paling sabar di dunia. Ya, aku bangga dengan diriku sendiri karena setelah segala hal yang aku alami hari ini, aku masih bisa menghadapi Chanyeol dan Kyungsoo tanpa mendaratkan kepalan tangan ke permukaan wajah mereka.

Bagaimana tidak? Kesalahan yang mereka lakukan padaku sudah tak lagi terhitung. Mereka berdua menahan diriku yang hendak pulang sekolah, menyeret ku dengan paksa ke bangku belakang meskipun sebenarnya aku tak mau, berdiskusi tentang Baekhyun yang tidak masuk sekolah yang dianggap punya masalah, hingga pada akhirnya berujung dengan diriku yang kini berdiri di depan sebuah pintu rumah mewah yang sama sekali tidak pernah aku kunjungi.

“Cepat tekan bel pintunya.” Seruan Chanyeol terdengar di telingaku tampak tak sabar.

“Apa yang sedang kau lakukan? Kau diam dan berdiri terlalu lama.” kini Kyungsoo juga ikut angkat bicara.

“Iya-iya aku tahu.” kataku kesal sambil memutar kedua bola mataku, “Kalian tak sabaran sekali.” gerutuku tapi tambah membuat mereka berdua gencar.

“Kau hanya tinggal menekan bel pintu.” kata Kyungsoo.

“Apa lagi yang sedang kau tunggu? Kau hanya tinggal menekan tombol keparat itu.” kata Chanyeol.

“TAK BISAKAH KALIAN BERDUA DIAM!”

Aku menghela nafas pelan, bersyukur kalau akhirnya bisikan-bisikan kesal yang sedari tadi berdesis di telingaku akhirnya berhenti. Kesabaranku sudah mencapai batas kritis. Aku berbalik memunggungi pintu rumah itu, lantas mendelik ke arah mobil yang terparkir di seberang trotoar. Sejelas mungkin aku membuat tampang kesal ke arah mobil itu karena aku tahu mata Kyungsoo dan Chanyeol sedang memperhatikanku dibalik kaca mobil. Secara teknis sebenarnya aku tak perlu meneriaki mereka karena earphone yang sedang menggantung di telingaku sedang terhubung dengan telfon dari Park Chanyeol.

Kalau kalian ingin tahu, saat ini aku seperti terjebak di sebuah film action yang disutradarai Park Chanyeol, dan Do Kyungsoo sebagai penyusun naskah. Aku sedang berdiri di depan pintu rumah mewah yang kata mereka ini adalah rumah milik keluarga Byun. Beberapa saat yang lalu, sebelum keluar dari sekolah, Park Chanyeol dan Kyungsoo punya rencana untuk menjenguk Baekhyun. Alih-alih mereka sendiri yang menemui Baekhyun, mereka justru memaksa diriku pergi seorang diri ke wilayah asing ini.

Pada mulanya aku menolak ide ini, tentu saja. Mereka serta merta menyuruhku pergi ke rumah Baekhyun dan memaksaku untuk melakukan hal-hal yang sedari awal aku tak mau ikut campur. Mereka berdua menyuruhku menjadi mata dan telinga mereka, melaporkan setiap detik apa yang aku lihat setelah masuk ke rumah Baekhyun dan memberikan segala komando serta perintah yang harus aku patuhi melalui telfon yang tersambung dengan earphone. Dengan kata lain, kini aku menjadi boneka puppet hidup. Aku sama sekali tidak senang dengan peran yang aku lakukan saat ini. Sialnya aku harus mengikuti permainan mereka sampai akhir karena jika aku tak sepakat dengan ide mereka, Kyungsoo dengan kejam bisa saja mencoret namaku dari tugas kelompok sastra.

Akhirnya, disinilah aku degan berat hati menuruti segala perintah Chanyeol dan Kyungsoo. Dengan segala sisa kesabaran yang aku miliki, aku berusaha menyembunyikan amarahku yang terus saja naik menyentuh leher. Aku benar-benar merasa sial dan mau tak mau kembali meratapi nasib kenapa aku harus bergabung dalam kelompok smartass. Mereka bisa membuat jiwa dan ragamu lelah seketika dan tak heran kalau tak satupun dari teman sekelas mau bergabung dengan kelompok mereka meskipun mereka bertiga punya otak yang superior.

Berbeda dengan diriku yang sama sekali ogah-ogahan berdiri di depan rumah Baekhyun, di sisi lain Chanyeol benar-benar semangat. Sedari tadi dia terus saja berbicara aneh di telfon, mengatakan hal-hal yang tidak penting dan terkadang beberapa kata yang dia ucapkan sama sekali asing di telingaku. Dia benar-benar berlagak seperti sedang melakukan sebuah misi rahasia, menganggap dirinya menjadi seorang agen dan mencoba membuat adegan yang mirip dengan film-film action pada umumnya.

Agen dua puluh tiga, berhenti melotot ke arah kami dan cepat masuk ke dalam rumah itu.” kata Chanyeol setelah beberapa saat dia memberikanku kode aneh dengan tangannya dari balik kaca mobil yang ia turunkan setengah.

“Berhenti melakukan hal-hal yang aneh Chanyeol,” kataku kesal, tak lantas menuruti perintah Chanyeol, “Kalau kau terus saja mengatakan kata-kata aneh aku akan pergi dari sini.”

Kalau kau tak masuk kedalam rumah Baekhyun,” kali ini Kyungsoo yang berbicara, “Tidak sulit untuk menghapus namamu dari laporan tugas sastra bukan?” Kyungsoo mengatakannya dengan cukup tenang tapi sukses membuat darahku berdesir cepat. Sial, dia mengatakan kalimat yang sukses membuat mulutku terkunci rapat. Kyungsoo tahu kalau aku tak akan berbuat macam-macam jika sudah menyinggung tugas sastra.

Sepengetahuanku,” Kyungsoo mulai berbicara lagi ketika aku sedang menyibukkan diri mengunyah bibir bawahku dengan kesal, “Kau memperoleh nilai terburuk dalam ulangan sastra terakhir bukan? Kalau kau tidak memperbaiki nilaimu dengan tugas ini, maka bisa dipastikan kalau kau akan memperoleh peringkat terakhir di kelas.”

Oh!

Kyungsoo benar-benar setan yang licik. Aku paham benar kalau Kyungsoo bisa berbuat jahat dan bahkan berucap pedas menyakitkan kepada semua orang, tapi aku tak menyangka kalau dia bisa selicik dan seculas ini. Harusnya aku ingat bahwa otak pintar yang ia miliki cukup bisa membuat propaganda besar yang dengan mudah bisa membuatku tersungkur di peringkat akhir kelas. Meski kejadian mengerikan itu belum terjadi, ancaman yang Kyungsoo bisikkan sudah cukup membuat hatiku jatuh dan menyerah melawan mereka. Benar-benar dengan berat hati akhirnya berbalik dan menekan bel pintu rumah Baekhyun sambil menggerutu.

“Kalian berdua benar-benar keparat.” bisikku tapi malah membuat Kyungsoo dan Chanyeol tertawa di mobil.

Kerja bagus Kyungsoo.” kata Chanyeol sambil terkekeh, sukses membuat amarahku semakin meningkat.

“Benar-benar pecundang.” aku mendengus keras lantas berbalik sekali lagi dan meneriaki mereka, “KALIAN BENAR-BENAR PECUNDANG!”

Alasan mereka tidak mau menemui Baekhyun adalah mereka berdua malas berurusan dengan orang tua Baekhyun, terutama Ibunya. Sebelumnya aku sempat protes, karena secara tidak langsung mereka memakai diriku sebagai umpan. Aku tak tahu alasan pasti kenapa Chanyeol dan Kyungsoo tak mau berurusan dengan ibu Baekhyun, tapi Chanyeol hanya mengatakan kalau mereka berdua pasti tak akan di ijinkan bertemu dengan Baekhyun jika situasinya seperti ini. Asumsi Chanyeol, Baekhyun tidak masuk sekolah karena dia tidak diijinkan orang tuanya pergi dari rumah. Aku sempat bingung, karena orang tua mana yang tak mengijinkan anaknya pergi ke sekolah?

Menurut Chanyeol, alasan Baekhyun tidak pergi ke sekolah hari ini adalah karena orang tua Baekhyun sedang memberi dia hukuman. Hukuman yang Baekhyun terima berupa hukuman kurungan di rumahnya sendiri selama beberapa hari. Mereka akan melepas Baekhyun setelah Baekhyun menyelesaikan masalahnya atau kesalahannya sudah di anggap selesai. Sejak sekolah menengah pertama, Baekhyun sering menerima hukuman semacam itu, dan tak jarang pula Chanyeol dan Kyungsoo mencoba untuk mengajaknya kabur. Itulah alasan kenapa Kyungsoo dan Chanyeol tak mau menemui Baekhyun kali ini karena mereka pikir dia sedang mendapatkan hukuman. Mereka akan langsung di tendang oleh pembantu mereka karena mereka akan dikira memberi kesempatan Baekhyun kabur seperti sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu, akulah yang dijadikan umpan oleh Chanyeol karena orang tua Baekhyun tidak mengenalku.

Setelah perdebatan pendek yang sempat membuat telingaku berdengung karena teriakan Chanyeol yang cukup nyaring dari lubang earphone, jari telunjukku kembali menekan bel pintu rumah Baekhyun. Beberapa saat telingaku sempat mendengar gema bunyi bel yang berdengung didalam rumah modern ini, sampai akhirnya ada seseorang wanita yang membukakan pintu. Dia tidak terlalu tinggi, usianya berkisar lima puluhan tahun dan mengenakan apron yang melingkar di pinggangnya. Beberapa saat matanya meneliti diriku naik turun, memperhatikan seragam yang aku pakai sampai akhirnya wajahnya yang kurang ramah menatap diriku.

“Siapa kau?”

Aku sedikit berjengit dibawah tatapannya yang mengesalkan lantas buru-buru membungkuk ramah, “Selamat sore. Aku teman Byun Baekhyun. Aku ingin bertemu dengannya.”

Wanita paruh baya itu tak langsung menjawab perkataanku, dia masih saja menelitiku seolah memastikan kalau aku bukanlah perampok yang sedang menyamar sebagai teman dari pemilik rumah.

“Namanya Shima.” kata Chanyeol, lewat earphone yang ada di telingaku. Aku hampir saja lupa kalau saat ini dia masih menggenggam ponselnya sambil memperhatikanku dari balik kaca mobil. “Dia pembantu senior rumah Baekhyun dan sifatnya sungguh mengesalkan.”

Ah, jadi dia adalah pembantu rumah Baekhyun? Dan benar apa yang Chanyeol katakan, dilihat dari tampangnya saja wanita ini tampak tak ramah.

“Ada urusan apa kau kemari?” katanya ketus. Dan Chanyeol langsung menyahut kesal ditelingaku.

“Astaga, nenek sihir itu.”

Sebisa mungkin aku menahan tawa karena celetukan Chanyeol terdengar lucu, lantas kembali berbicara sesopan mungkin, “Aku mau mengembalikan buku dan mendiskusikan tugas dengannya. Hari ini dia tidak masuk, jadi… yeah, itulah alasanku datang kemari.”

Lagi-lagi, matanya yang tak ramah menelitiku, yang lama-lama membuatku kesal. Di dalam hati aku menggerutu, kalau saja dia bukan orang yang lebih tua dan dia bukan pembantu rumah Baekhyun, aku mungkin sudah mendampratnya dari tadi. Dalam waktu beberapa menit orang ini berhasil membuatku kesal, hanya karena dia terlalu lama menelitiku karena menurutku itu bukan tindakan yang sopan.

Aku memperhatikan Shima mundur beberapa langkah, lantas membuka pintu depan lebih lebar. Aku buru-buru masuk kedalam ruangan, takut kalau dia tiba-tiba berubah pikiran dan mengusirku dari sini. Akhirnya, disinilah aku, berdiri di lobby berlantai abu-abu dan langsung berhadapan dengan tangga yang menuju pada lantai dua. Tanpa menyembunyikan rasa kagum, mataku meneliti seluruh sudut rumah yang bisa dicapai oleh visualku.

Sesuai dengan ekspektasiku ketika melihat rumah keluarga Byun dari depan, interior ruangan yang dipilih  pada rumah ini tidak jauh dari tema minimalist modern. Ruangan di dominasi warna-warna netral. Mulai dari lantai keramik berwarna abu-abu, dinding berwarna putih, hiasan dinding berwarna hitam, dan berbagai perabot yang tak jauh-jauh dari ketiga warna itu. Kesan yang aku dapat dari ruangan rumah keluarga Byun adalah formal, dingin dan kaku membuatku seperti masuk kedalam gedung pameran seni modern atau semacamnya. Sungguh kontras, tak cocok dengan pribadi Baekhyun yang hangat, ramah dan ceria.

“Agen dua puluh tiga, laporkan situasi terkini.” kata Chanyeol di earphone. Dia benar-benar menganggap dirinya terlibat dalam suatu misi rahasia seperti pada filmfilm action. Dan apa katanya? Dia menyebutku agen dua puluh tiga?

“Aku sekarang ada di lobby. Sepi. Aku tak menemukan siapapun. Bahkan wanita tua itu entah menghilang kemana.” kataku, bersuara rendah, karena rumah Baekhyun yang punya ruangan luas ini tak berisi banyak perabot, berbeda jauh dengan rumahku yang penuh sesak. Jadi cukup berbicara pelan saja, sudah cukup untuk membuat gema.

“Baiklah, tetap hati-hati. Apa lagi kalau kau bertemu dengan Ibu Baekhyun.” Chanyeol memperingatkanku lagi. Entah sudah berapa kali dia memberitahuku bahwa harus berbicara hati-hati ketika bertemu dengan Ibu Baekhyun.

Mungkin Chanyeol bermaksud untuk membantuku, tapi tidak sama sekali. Dia malah membuatku gugup hingga menciptakan pikiran dan spekulasi sendiri seperti apa sosok Ibu Baekhyun yang mereka takuti. Ibu Baekhyun adalah seorang Dekan di salah satu universitas. Ditinjau dari profesi yang dia sandang, sudah bisa di tebak kalau beliau adalah tipikal wanita karir yang cerdas dan mungkin juga bermulut tajam? Apakah dia Kyungsoo versi wanita?

Rasa penasaranku terhadap sosok nyonya Byun itu tak membuatku berhenti mengamati segala sudut lobby rumah Baekhyun yang cukup luas. Satu persatu hiasan seni abstrak dan beberapa foto dinding yang ada di ruangan itu aku perhatikan dan berharap ada foto salah satu keluarga Baekhyun muncul disana. Tapi ternyata tidak. Kebanyakan foto-foto yang di pajang pada dinding ruangan itu adalah foto abstrak berwarna hitam putih yang pasti sebagian orang menganggap foto itu punya punya daya tarik seni istimewa, menggunakan fotografi level tinggi atau point of interest yang sama sekali tidak aku pahami.

Wow, aku benar-benar seperti ada di dalam museum seni modern.

“Apa yang kau lakukan disini?”

Suara nyaring yang cukup familiar bergaung di ruangan itu, membuatku berjengit kecil lantas berbalik cepat meninggalkan foto-foto abstrak hitam putih yang sedari tadi aku perhatikan. Baekhyun akhirnya muncul. Dia berdiri di ujung tangga, salah satu alis matanya terangkat tinggi, jelas keheranan melihat sosokku tiba-tiba muncul di tengah lobby rumahnya yang dingin.

“Eh, sebenarnya…”

Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan dalam sekali ucap. Aku penasaran apakah Baekhyun benar-benar mengalami masalah seperti apa yang Chanyeol katakan, karena tampaknya dia terlihat baik-baik saja. Ataukah itu hanya akal-akalan Chanyeol untuk membuatku kesal atau semacamnya? Tapi dia tak punya alasan demikian bukan? Lalu kalau Baekhyun sedang tidak benar-benar mengalami masalah, lantas apakah dia sedang sakit? Kenapa dia tidak masuk sekolah? Kalau dia benar-benar sakit, apakah dia sudah pergi ke dokter atau paling tidak dia harusnya beristirahat bukan?

Hah, lama-lama aku bisa sinting. Rasa khawatir Chanyeol yang berlebihan sepertinya sukses menular kepada diriku dan akhirnya membuat potongan kalimat terakhirku menggantung, sukses membuat wajah Baekhyun mengernyit bingung.

“Hati-hati dengan Shima, dia suka menguping.” Chanyeol berbicara pelan di telingaku, lalu pada saat itu juga mataku menangkap sosok wanita paruh baya yang dimaksud Chanyeol muncul di belakang Baekhyun.

Secara naluri, aku kembali menelan kata-kataku dan secara tak langsung menuruti komando Chanyeol meski di sisi lain Baekhyun menunggu pertanyaannya untuk dijawab. Aku terus saja diam ketika Baekhyun kembali mengangkat salah satu alisnya, memaksaku secara psikologis untuk melanjutkan kalimatku yang rancu. Tapi aku hanya menggeleng pelan menanggapi sambil menatap sosok Shima yang masih berdiri kaku di belakang tuannya. Baekhyun menyipitkan matanya ikut memperhatikan, kemana arah pendanganku terjatuh. Ketika dia tahu kalau ada Shima di belakangnya, dia memerintahkan wanita tua itu untuk pergi mengambilkan minum atau suguhan untukku. Kemudian, Baekhyun menuruni tangga, memutar langkahnya ke arah kiri mengantarku menuju ruang tamunya yang luas.

Aku mengikutinya dari belakang, diam-diam memperhatikan pemuda itu. Aku  sedikit bingung bahkan sejak pertamakali melihatnya. Bukan karena apa, tapi Baekhyun yang aku lihat saat ini berbeda dengan Baekhyun yang aku temui di sekolah. Baekhyun yang di sekolah mengenakan seragam rapi, tatanan rambut simpel namun tetap bergaya, jelas terlihat seperti siswa pintar dan teladan. Sedangkan Baekhyun yang ada dihadapanku saat ini mengenakan kaos berlengan pendek berwarna hitam, jeans yang ia kenakan sedikit melorot di pinggulnya dan punya beberapa sobekan di lutut. Tatanan rambutnya yang asal dan acak-acakan seperti bangun tidur dan tampangnya yang malas membuat kesan kurang ajar. Dia benar-benar seperti berandalan elit, bukan seperti siswa teladan yang selalu rangking satu.

Apa dia Baekhyun si smartass yang biasanya aku tahu? Kini dia lebih tepat di panggil Baekhyun si badass.

“Duduklah,” kata Baekhyun, tiba-tiba berputar ke arahku. Buru-buru aku memutar bola mataku ke sudut lain ruangan itu dan megabaikan tatapan Baekhyun. Sebenarnya bukan karena apa, aku sedikit malu hampir ketahuan memperhatikan dirinya sedari tadi. Diriku pasti tampak konyol dan Baekhyun mungkin tak segan-segan menuduhku mesum jika aku tak sempat membuang muka. Tentu dia akan merasa aneh jika ada seorang gadis diam-diam memperhatikannya lamat-lamat di belakangnya bukan? Tapi jangan salahkan aku kenapa aku bisa begitu penasaran dan terus memperhatikannya. Ayolah, yang di depanku sekarang bukanlah Baekhyun si smartass!

“Apa yang membuatmu kemari?” Baekhyun kembali bertanya untuk mengambil perhatianku lagi. Mau tak mau dengan rasa malu aku menatap wajahnya dan diam-diam menghela nafas panjang untuk mengumpulkan keberanian yang entah tadi menghilang kemana.

“Chanyeol.”  kataku singkat.

“Apa?” sahut Chanyeol di telingaku. Dia pasti mengira kalau aku sedang memanggil dirinya.

“Kenapa dengan Chanyeol?” tanya Baekhyun bingung, salah satu alisnya terangkat.

Tanpa basa-basi aku menarik ponsel dari saku blazer seragamku, melepas plug in earphone yang tersambung dengan ponsel, lantas menodongkan ponselku kedepan hidung Baekhyun.

“Ini Chanyeol.” lalu Baekhyun menerima ponselku dengan tampang tak yakin sebelum akhirnya mendaratkan ponselku ke salah satu sisi wajahnya.

“Hallo?” katanya pada Chanyeol. Beberapa saat Baekhyun diam mendengarkan Chanyeol kini sedang ganti berbicara entah apa. Jika di lihat ekspresi Baekhyun yang mengernyit dan tampak kesal, Chanyeol pasti sedang mengomel panjang tentang kenapa Baekhyun tidak masuk sekolah, atau apakah dia sedang di hukum oleh orang tuanya atau semacamnya. Tak lama kemudian dia tiba-tiba berdecak keras dalam keheningan. Baekhyun pasti terganggu dengan omelan sahabatnya di seberang telfon. “Aku baik-baik saja Yeol, astaga. Kau tak perlu overreacted seperti itu. “

Tut.

Mataku membulat setelah melihat apa yang baru saja Baekhyun lakukan. Pemuda itu baru saja mematikan sambungan telfon secara sepihak. Aku bisa membayangkan apa yang terjadi pada Chanyeol yang sekarang sedang berada di dalam mobil. Dia pasti ingin membanting ponselnya ke jalanan aspal atau tidak dia pasti ingin mendobrak pintu rumah Baekhyun sekarang juga. Mungkin hal itu bisa saja terjadi, tapi berhubung Chanyeol dan Kyungsoo tak mau masuk ke rumah Baekhyun, jadi mereka berdua hanya bisa diam dan menunggu.

“Ada apa? Kenapa kau mematikan telfonnya.” kataku, setelah menerima ponselku kembali.

“Dengar,” Baekhyun memasukkan salah satu tangannya kedalam saku jeans-nya dan menghela nafas pelan, “Apapun yang Chanyeol katakan, kau jangan…”

“Apa yang sebenarnya terjadi?” kataku tak sabar, memotong Baekhyun bahkan sebelum kalimatnya selesai, “Chanyeol bilang kau punya masalah.”

Tanpa basa-basi aku langsung menyerang inti permasalahan yang Chanyeol buat untuk menjebakku di situasi ini. Tugasku sebagai mata-mata Chanyeol hanyalah untuk mencari tahu masalah apa yang sedang di alami Baekhyun karena Chanyeol tahu, Baekhyun tidak akan serta merta menceritakan masalahnya. Belum lagi aku juga harus mempertimbangkan kehadiran Shima, si pembantu Baekhyun yang suka menguping. Dia bisa saja melaporkan pembicaraanku dengan Baekhyun kepada Ibu Baekhyun dan malah membuat si pria malang ini dalam kesulitan.

“Apa yang kau katakan? Apa kau datang jauh-jauh kemari hanya untuk menjadi boneka Chanyeol?” kata Baekhyun, kata-katanya jauh sekali dari bercanda. Diam-diam aku merasa kisut di depannya karena aku merasa ada salah satu alasan tertentu yang membuat Baekhyun merasa kesal tiba-tiba. Apakah kehadiranku cukup mengganggunya?

“Lantas, kenapa kau tidak masuk sekolah hari ini?” Aku sungguh tak bisa membendung pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulutku. Di benakku banyak sekali pertanyaan-pertanyaan baru muncul yang menuntut untuk di jawab. Belum lagi, Shima bisa saja tiba-tiba muncul dan menghentikan kegiatan interogasiku.

“Itu karena,” Baekhyun memijat tulang hidungnya, rasa kesalnya kini lebih kentara dari pada sebelumnya, “Aku merasa tidak enak badan.”

“Tapi kau tampak sehat menurutku.” kataku, tak berhenti menyerangnya. Aku tahu kalau Baekhyun mencoba mengabaikanku dan berbicara bohong. Memang, aku tak sepenuhnya mempercayai Chanyeol, tapi kali ini aku sepakat tentang dirinya kalau Baekhyun punya masalah yang ia tutupi. Mulai dari kemarin, aku punya firasat yang kurang enak tentangnya, dan cerita tentang hobi bermain musiknya tapi cita-citanya yang ingin menjadi hakim, mengganjal di pikiranku karena terdengar tak masuk akal.

Baekhyun mendesah pelan, dia tampak lelah, “Dengarkan aku. Apapun yang Chanyeol katakan, jangan kau percayai. Dia memang seperti itu. Dia selalu bertindak berlebihan, mengatakan kalau aku punya masalah hanya karena aku tak masuk sekolah dalam sehari. Lihat? Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit kurang enak badan.”

Sorry, tapi kali ini aku lebih percaya pada Chanyeol.” cibirku, lama-lama aku makin kesal pada Baekhyun. “Kau harus jujur kepada teman-temanmu. Dan lihat,” aku kembali mengangkat ponselku yang dilayarnya ada panggilan baru dari Chanyeol, “Mereka mengkhawatirkanmu.”

“Astaga,” Baekhyun tiba-tiba berjalan mendekatiku lantas menyambar ponselku dan menjawab panggilan Chanyeol, “Aku baik-baik saja Yeollie. Berhenti menelfon.” Baekhyun kembali mematikan telfon secara sepihak. Dengan kasar dia melemparkan ponsel padaku dan berhasil aku tangkap meskipun beberapa saat aku kesulitan memegangnya.

“Kalau kau sudah selesai, kau boleh pergi.” katanya acuh tak acuh lantas berjalan hendak pergi meninggalkan ruangan. Dan pada saat itu juga, entah dari mana asalnya, tiba-tiba emosiku muncul dan naik pada waktu yang singkat.

Lihat? Dia bukanlah Baekhyun si smartass yang kemarin-kemarin aku kenal. Dia kini berubah menjadi badass dan benar-benar bukan Baekhyun yang biasanya membuatku nyaman dan tertawa. Dia berubah menjadi kurang ajar dan sama sekali tidak sopan. Aku baru saja sampai di rumahnya dan belum-belum aku sudah di usir? Apakah dia sudah tidak punya sopan santun? Begitukah caranya memperlakukan seorang tamu?

Ah! Atau jangan-jangan kehadiranku memang benar-benar mengganggunya?

Aku yang sedari tadi sudah lelah dengan permainan Kyungsoo dan Chanyeol, lelah dengan segala drama mereka bertiga yang berkelumit di sekelilingku selama beberapa hari ini, lelah dengan masalah mereka yang selalu saja melibatkanku diantaranya, membuat kesabaranku kandas. Aku benar-benar tak terima dengan kata-kata terakhir Baekhyun. Dia memberi kesan tak sopan dan seolah-olah mengusirku. Lagi pula, sejak awal aku hadir di tengah-tengah rumahnya, Baekhyun tak menyambutku dengan baik. Kehadiranku tidak dia inginkan.

Tapi, bukan hanya itu yang membuatku sangat kesal.

Cara Baekhyun  tak mengacuhkan Chanyeol dan berlagak tak peduli pada teman yang khawatir padanya, membuatku kehilangan respect padanya dalam waktu singkat. Dia kini berubah sosok remaja egois yang seperti berada dalam fase pubertas kedua atau semacamnya. Aku tahu kalau dia sebenarnya sedang memendam sesuatu dan mencoba menyelesaikan puzzle rumit yang ada di otaknya sendirian. Tapi rasa frustasi yang sebagian ia lampiaskan kepada orang lain-lah yang seharusnya tak boleh ia lakukan.

“Tak kusangka kau adalah seorang pengecut.” kataku lirih, belum bergerak satu centi pun dari tempatku sebelumnya, membuat Baekhyun menghentikan langkahnya dan berbalik. Dia keheranan dengan perkataanku yang cukup tajam yang sebenarnya itu sama sekali bukan gayaku, “Kau seharusnya bersyukur, punya sahabat yang cerewet seperti Chanyeol dan sahabat yang aneh semacam Kyungsoo. Mereka berdua peduli denganmu. Dan..” aku memenggal kalimatku sejenak dan tertawa getir, “Kau yang mereka khawatirkan, malah tidak menghargai. Aku merasa kasihan pada nasib persahabatan kalian.”

“Sudah kubilang,” kata Baekhyun cukup tenang, tapi nada suaranya berubah aneh, “aku baik-baik saja. Dan tak seharusnya mereka memberikan perhatian lebih. Aku tak membutuhkan mereka.”

Hah.

Akhirnya dia mengatakan satu deret kalimat yang aku kira akan ia ucapkan dari awal. Aku bersyukur Chanyeol tak lagi mencoba menghubungiku lagi lewat telfon. Karena jika sampai Kyungsoo dan Chanyeol mendengar perkataan Baekhyun, bisa dipastikan mulai besok mereka bertiga tidak akan saling menyapa satu sama lain. Bagaimana tidak? Kata-kata Baekhyun terdengar cukup menyakitkan di telingaku meskipun bukan dirikulah yang ia maksud. Aku benar-benar tak bisa membayangkan betapa terlukanya perasaan Chanyeol dan Kyungsoo jika Baekhyun mengatakan di depan wajah mereka.

“Kukira kau naif, ternyata kau seorang pembohong,” aku menyisir rambutku geram lantas kembali melanjutkan dengan nada yang lebih tinggi, “Kukira kau paling dewasa diantara teman-temanmu, ternyata kau sama sekali tak berbeda jauh. Kau keras kepala dan bodoh.” aku tak bisa menahan kegetiran mengalir di setiap kata-kataku. Ya, aku kira Baekhyun adalah orang yang paling bisa diandalkan diantara mereka bertiga. Baekhyun punya empathy lebih jika dibandingkan dengan Kyungsoo. Baekhyun bisa bertindak bijaksana menyelesaikan permasalahan dibanding Chanyeol. Tapi sayangnya dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika menghadapi masalahnya sendiri. Dia benar-benar bodoh.

“Kalau kau sudah selesai, kau boleh pergi. Kami tak membutuhkanmu” katanya dingin, mengabaikan kata-kataku dan mencoba kembali pergi dari ruangan.

Lagipula,” aku meninggikan nada bicaraku lagi, dan kembali berhasil mencegah Baekhyun pergi, “Apa kau pikir aku rela datang kemari? Kau pikir aku mau di suruh-suruh Chanyeol? Apa kau pikir aku mau berkumpul bersama kalian bertiga kalau bukan karena tugas sastra keparat? Apa kau pikir aku senang berada di dekat kalian?!”

Aku mengucapkan semua kalimat itu dalam satu tarikan nafas panjang. Aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin menumpahkan semua perasaan yang selama ini aku pandam diantara mereka. Aku kira Baekhyun adalah satu-satunya orang yang bisa mengerti dan menghargai perasaan yang selama ini aku dorong ke belakang kepalaku. Tapi, setelah mengerti betapa egoisnya dia, aku benar-benar marah dan dibuat kecewa. Dia adalah yang terburuk dari ketiga smartass. Egonya menghancurkan semuanya.

Baekhyun hanya diam. Dia menatapku lamat-lamat, jelas terkejut dengan ledakan kemarahanku yang tiba-tiba. Mungkin di pikirannya dia sedang menerka apa yang sedang aku rasakan, atau jangan-jangan dia masih mencoba mencerna kata-kataku?

“Kalau kau tak membutuhkanku,” dadaku masih terasa sesak, tapi aku berusaha melanjutkan pembicaraanku, “Kalau kau tak suka kehadiranku, aku dengan senang hati akan pergi. Lagi pula, menjalin hubungan dengan kalian membuatku lelah. Kini aku tak lagi heran kenapa sebagian besar orang tidak mau punya hubungan pertemanan dengan kalian. Karena kalian arogan. Kalian berpikir bahwa otak pintar kalian bisa memecahkan semua masalah tanpa bantuan orang lain. Kalian berpikir kalau kalian sudah cukup hebat walau hanya sendirian. Kalian berpikir bahwa bersama orang lain justru akan menyusahkan. Kau tak perlu bertanya bagaimana, karena aku tahu sendiri setelah beberapa hari ini berkumpul dengan kalian.”

Aku menghentakkan kakiku, sudah merasa cukup dengan percakapan ini. Tanpa basa-basi, aku melangkahkan kaki untuk segera pergi dari sana. Aku sudah muak melihat wajah Baekhyun yang makin lamat aku menatapnya, makin meninggi pula amarahku. Tapi ketika aku melewatinya, salah satu tangannya menagkap lenganku, menahanku pergi.

“Selama kau bersama kami,” Baekhyun bersuara rendah, terdengar marah, “Aku tak pernah memperlakukanmu dengan buruk. Jadi, cabut semua ucapanmu tadi.”

“Kalau aku mencabut semua ucapanku tadi, apakah itu akan mengubah fakta kalau orang-orang tak mau berkumpul dengan kalian?”

Tangan Baekhyun meremat lenganku, membuatku merintih pelan, “Kami memperlakukanmu dan menerimamu dengan baik. Harusnya kau berterimakasih.”

“Berterimakasih?” aku tersenyum getir, “Buat apa? Toh kalian tidak membutuhkanku. Kalian sudah merasa hebat dengan diri kalian sendiri, jadi tanpa diriku pun kalian bisa melakukan semuanya sendiri. Harusnya aku sudah tahu sejak awal, kalau bergabung dengan kelompok kalian justru akan membuat kalian terbebani. Dengan sangat menyesal aku mengatakan, maaf. Mulai hari ini aku keluar dari kelompok sastra.” kataku, menarik lenganku dari tanganya dengan kasar, lantas berjalan cepat menuju pintu.

***

“Tak kusangka kau cepat keluar.” kata Chanyeol berhambur dari mobil ketika aku berjalan menyeberangi halaman rumah Baekhyun. “Apa yang Baekhyun katakan? Dia punya masalah ap– Ada apa denganmu?” kata Chanyeol buru-buru ketika dia menangkap wajahku yang merah padam.

“Aku baik-baik saja.” kataku mengabaikan wajahnya dan terus berjalan cepat.

“Apa yang terjadi?” kata Kyungsoo, dia ikut turun dari mobil dan menyambutku.

“Aku baik-baik saja. Aku mau pulang.”

“Ikutlah dengan kami. Aku akan mengantarmu pulang.” kata Chanyeol.

“Tidak usah, aku ingin sendirian.”

Wae? Rumahmu jauh sekali dari sini. Lagi pula kau perlu berjalan beberapa blok untuk mencapai halte bis terdekat.” kata Chanyeol dia mencoba menghentikanku, tapi aku menepis tangannya sedikit kasar.

“Tidak terimakasih.”

“Ada masalah apa?” akhirnya, Kyungsoo bisa menghentikanku. Dia meraih pundakku, dan menahanku berjalan lebih jauh lagi. Setengah diriku ingin berbalik menghadapinya dan menyuruh dirinya untuk melepaskanku. Tapi aku tidak bisa. Aku tidak mau mereka menagkap basah diriku yang sedang menangis. Ya, aku sedang menangis. Aku merasa marah sekali dengan Byun Baekhyun dan dengan mereka berdua. Aku bukanlah orang yang bisa melampiaskan amarahku dengan baik. Aku bukanlah orang yang bisa mengekspresikan kekesalanku, membuat emosiku keluar dan menunjukkan kepada mereka. Aku hanya bisa menahan amarah dan meledakkannya sebagian kecil sedangkah sisanya tetap aku pendam. Amarah yang aku pendam itulah yang membuatku menangis. Menangis adalah ungkapan segala macam emosi yang bergejolak di dalam dadaku. Percuma saja aku menjelaskan kepada mereka panjang lebar, karena pada akhirnya mereka juga tidak mengerti tentang rasa yang aku rasakan.

“Hey…”

“Lepaskan aku Kyungsoo.”

Kyungsoo mendengar suaraku berubah menjadi serak dan aneh. Dengan gerakan cepat dia memutar tubuhku dan akhirnya disanalah aku. Aku berdiri dengan wajah merah dan basah, menunduk mengabaikan pandangan heran Chanyeol dan tatapan kaget Kyungsoo. Rasanya aku ingin hilang dari sana, tenggelam di telan aspal jalanan atau memudar di tiup angin. Aku benar-benar malu. Tak seharusnya mereka melihat diriku seperti ini. Tak seharusnya aku terjebak di situasi ini. Entahlah, tak seharusnya mereka melihat diriku hancur.

“Ke-kenapa– Apa yang–” kata-kata Kyungsoo gagal. Dia tidak tahu apa yang harus ia katakan.

“Maaf aku tak bisa membantu kalian.  Dan aku harap kalian tidak mencariku lagi.” kataku pelan, lalu membungkukkan diri dalam-dalam sebagai ucapan selamat tinggal. Aku kembali berjalan dan melepaskan isakan yang sedari tadi aku tahan di tenggorokan.

“Sebenarnya ada apa? Kenapa kau… dan Baekhyun…” Chanyeol berseru lemah kepadaku dan aku teringat sesuatu. Dengan kasar aku mengusap air mataku yang jatuh menggunakan lengan blazer dan menoleh kepada mereka.

“Kalau kalian ingin mencoret namaku dari tugas sastra, aku dengan senang hati akan keluar dari kelompok. Terimakasih atas bantuannya selama ini.” Aku bersyukur karena setelah itu baik Chanyeol maupun Kyungsoo tidak lagi berusaha mencegahku pergi atau bertanya ada apa lagi. Di dalam hati, aku berterimakasih kepada mereka karena mereka mengijinkan aku pergi dan tak menambah rumit keadaan yang membuatku hancur, meskipun dengan wajah heran yang menggantung.

-tbc-

best regards
ilachan

Penulis:

Randomly insanely normal

13 tanggapan untuk “The Smartass Project 4

  1. Astaga thoorrr ini keren bangeettttttt
    Gila iseng aja buka web ini pengen tau ada apa aja yg baru, dan disinilah aku kegirangan akhirnya ff ini di update jugaaaaaaaa akhirnyaaaahhhhh
    Semacam ikutan emosi gitu ngebacanya sampe ikut2 pedes ini mata wakss😂
    Thoorrr ditunggu banget kelanjutannyaa huwawawaiiitiinggggg 😁😁
    *ps: kalo bisa nih thor, kalo bisa ajaa, jangan lama2 thor kelanjutannya😘

Your Comment Please