Diposkan pada EXO-K, MULTICHAPTER, Ondubu_2806, Romance, SCHOOL LIFE, Se Hun

Maid 90 Days // Chapter 1

my-story

Title // Maid 90 days

Author // Redbaby

Main Cast // Oh Sehun – Kim Seulgi – Park Daehyun – Choi Jinri

Genre // Romance – School Life

Note : FF ini terisnpirasi dari salah satu Anime yang aku tonton jadi kalau ada kesamaan cerita,itu di karena FF ini biased from a Anime^^ tapi alur cerita keseluruhan murni dari pemikiran aku sendiri.

Please Don’t Be a Silent Reader!

Teaser

_Happy Reading_

Oh Sehun : “Ada sesuatu yang belum pernah di lihat oleh seorangpun di dunia ini. Ini adalah sesuatu yang lembut dan sangat manis. Dan jika kau telah memandang dengan kedua matamu, pasti kau tidak ingin melepas pandanganmu.”

Kim Seulgi : “Itulah mengapa dunia menyembunyikannya. Untuk memastikan bahwa tidak sembarang orang dapat menyentuh tangannya.”

Oh Sehun : “Tapi suatu hari nanti, seseorang dapat menemukannya.”

Kim Seulgi : “Dan hanya seorang saja yang dapat menemukannya”

“Sebagaimana itu terjadi”

_Maid 90 Days_

Waktu silih berganti, waktupun terus berjalan tanpa seorangpun dapat mencegahnya. Sama seperti halnya suatu takdir yang tak pernah bisa kau cegah dan kau ganti. Semuanya berjalan dan terus mengalir dengan sendirinya. Begitupula dengan jalan hidup yang kau jalani selama ini, semua telah di atur berdasarkan apa yang telah di gariskan di kedua telapak tanganmu.

Sinar matahari yang mulai menyongsong, memasuki ruangan berukuran kecil melalui celah-celah kecil jendela kaca kamar. Tempat tidur berukuran sedang yang terletak di pinggir jendela tampak rapi dengan selimut yang di lipat di atas kasur, meja belajar serta lantai berlapis karpet tebal itu juga tertata rapi dan tak ada kotoran atau debu yang menempel. Benar-benar menggambarkan kamar seorang gadis yang bersih.

Keadaan kamar itu berbanding 180 derajat dengan keadaan kamar seorang laki-laki yang masih dengan pulasnya bergumal dengan selimut tebalnya. Walau ukuran kamarnya lebih luas. Ruangan itu tampak seperti ruangan hampa yang hanya terdapat satu buah tempat tidur besar, lemari, serta kursi kecil di dekat tempat tidur. Tak ada meja belajar ataupun poster-poster yang identik dengan image seorang laki-laki kebanyakan.

Pagi ini sama seperti pagi-pagi sebelumnya. seulgi selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan untuk kakaknya yang pagi itu masih berada di kamar, bergumal dengan selimut hangatnya. Karena ia selalu pulang jam satu pagi, di karenakan ia bekerja di sebuah karaoke dan mengharuskannya untuk selalu pulang pagi setiap harinya. Seulgi selalu kasihan melihat kakaknya yang bekerja begitu keras untuk membiayai hidup mereka berdua setelah kedua orang tuanya tiada tiga tahun lalu saat ia duduk di kelas dua SMP dan kakaknya yang baru saja lulus SMA kala itu. Dan mengharuskan Sunmi—sang kakak—memutuskan untuk bekerja dan meninggalkan impiannya untuk masuk universitas di seol. Ia berpikir bahwa ia harus bekerja dan bertanggung jawab atas adikknya.

Hanya ini yang bisa di lakukan untuk kakaknya. Merawatnya dan selalu menyiapkan makanan agar kebutuhan gizi dan kesehatan kakaknya tercukupi dan ia tak ingin kakaknya jatuh sakit karena ia tidak makan dengan teratur.

“Eonni, sarapanmu sudah aku siapkan di atas meja. Cepatlah bangun dan jangan lupa untuk meminum vitaminmu. Semua seudah aku siapkan di atas meja makan.” Ucap Seulgi dengan nada yang sedikit berteriak agar suaranya dapat di dengar oleh kakaknya yang masih tertidur. Walau ia tertidur, namun ia dapat mendengar teriakan Seulgi dan hanya di sahuti dengan gumanan kecil dengan mata yang masih tertutup.

Seulgi sudah bersiap untuk berangkat sekolah setelah sebelumnya ia tak lupa memasukkan bekal makan siangnya ke dalam tas. Setelah memastikan dirinya sudah rapi, Seulgi melenggang ke pintu depan.

Sebelum menuruni anak tangga apartemen yang berupa rumah susun itu, ia melongokkan kepalanya ke pinggir teras seraya berpegangan di atas pagar besi penyangga. Matanya menyipit, dengan tangan yang di letakkan di atas pelipis matanya agar. Matanya tertuju ke arah timur untuk melihat sinar matahari yang sudah bertengger di ufuk timur.

“Hah.. kalau begini terus, rumahku akan terus di tumbuhi jamur. Jika saja apartemen mewah ini tidak berdiri dekat di samping apartemenku, semua cucianku akan kering dan tidak lagi ada jamur. Tsk.”

Ia sangat menyesalkan keberadaan apartemen mewah yang berdiri kokoh di samping apartemen kecilnya. Karena cahaya matahari selalu saja terhalangi oleh bangunan besar di sampingnya. Bukan salah kakaknya yang menyewa apartemen ini, karena tempat inilah yang paling murah di Daegu.

***

Tahun ajaran baru telah di mulai, segala hal baru juga akan segera di mulai. Dari teman baru, pelajaran, hingga kelas juga baru. Semua murid SMA Kyungsang berbondong-bondong menghampiri dinding pengumuman untuk melihat di kelas manakah mereka akan dapatkan serta dengan siapakah mereka akan sekelas. Banyak yang berharap di antara mereka di kelas yang sama dengan kawan lamanya.

Jari telunjuk Seulgi terus mencari namanya di antara sederetan nama-nama siswa lainnya. Dan pada akhirnya jarinya terhenti di kolom yang beranggotakan dengan nama asing baginya yang terkumpul di kolom kelas 3C. Ia berada di kelas 3C untuk tahun ketiganya di SMA itu.

Setelah mengetahui namanya, iapun bergerak mundur dari kerumunan para siswa yang juga ingin melihat papan pengumuman. Beruntung ia dapat menjaga keseimbangannya untuk tidak terjatuh di antara kerumunan siswa lainnya.

“Seulgi-ya.” Suara tak asing terdengar di telinganya. Baru saja ia akan berbalik, seseorang mengambur padanya dan memelukknya erat.

“Lepaskan aku Jinri-ya, aku tidak bisa bernafas.” Pinta Seulgi dengan suara yang tercekik.

Jinri—gadis berkulit putih itu melepaskan pelukannya dengan di selingi tawa khas miliknya. Ia tampak senang bisa bertemu lagi dengan sahabatnya itu setelah liburan musim panas kemarin sekaligus liburan tahun ajaran baru.

“Kau tahu? Kita sekelas lagi Seulgi-ya.” Ucap Jinri sumbringah mengetahui bahwa ia satu kelas lagi dengan Seulgi. Itu berarti Jinri selalu satu kelas dengannya sejak Ia menjadi siswa baru.

“Jinja?.” tanya Seulgi antusias, karena ia juga sangat senang bisa bersma lagi dengan Jinri yang selalu bisa membuatnya tertawa.

“Ne.” jawab Jinri dengan seyumannya yang mengembang.

Sementara di waktu yang bersamaan. Laki-laki dengan perawakan kurus itu menatap tajam papan pengumuman di hadapannya. Bola mata hitamnya bergerak ke kiri dan kekana, kebawah dan keatas untuk mencari namanya di antara sederetan nama lainnya.

Saking seriusnya Ia mencari namanya dengan tatapan tajamnya, tanpa di sadari jika orang-orang yang berada di sampingnya menatapnya dengan ketakutan. Jika orang-orang berdesakan untuk dapat melihat, maka itu tidak terjadi dengannya. Semua murid malah menghindar dan memberikan ruang untukknya. Bukan Karena laki-laki itu mengancam dengan pisau untuk memberikannya jalan, tetapi cukup dengan tatapan tajam dan bawaanya yang terbilang horror mampu membuat semua orang takut melihatnya.

Ya. Oh Sehun—namanya terdaftar di kelas 3C. merasa sudah cukup tahu, ia memutuskan untuk pergi ke kelas. Sehunpun berbalik menjauhi papan pengumuman. Tapi di waktu yang bersamaan saat ia hendak berbalik, semua murid sedikit melangkah mundur karena ketakutan.

“Wae?” tanya Sehun bingung saat ia melihat semua orang ketakutan melihatnya. Bukannya menjawab mereka malah langsung menunduk dan berpura-pura melanjutkan aktifitas masing-masing.

Sehun mengernyitkan alisnya samar mendapati suasana aneh dari orang-orang itu.

Selang beberapa detik terdengar suara gelak tawa di telinganya. Ia menoleh dan mendapati seorang laki-laki yang memiliki tinggi sama dengannya—Park Daehyun teman SMP-nya yang sekarang menjadi teman SMA-nya.

“Senyumlah sedikit, dan hilangkan tatapan membunuhmu itu, Oh Sehun. Kajja, kita masuh kelas!”

“Mwo?”

“Kali ini kita satu kelas, sobat.” Sahut Daehyun dengan cengirannya yang khas.

Daehyun merangkul sahabatnya itu. selama masuk di SMA yang sama baru kali ini mereka berada di kelas yang sama.

Pelajaran di mulai sepuluh menit lagi di karenakan para guru melakukan rapat untuk membahas wali kelas masing-masing. Semua murid memanfaatkan waktu itu untuk sekedar bercanda, berkenalan dengan teman baru atau bahkan bergosip dengan teman sebangku.

Sementara itu, Sehun dan Daehyun baru saja memasuki kelas yang saat itu sudah ramai dengan murid lainnya yang menempati kelas tersebut. Mereka berdua berjalan menuju bangku yang terlihat masih kosong. Dan hanya bangku tengah di baris akhir saja yang masih kosong. Saat mereka menuju bangku kosong itu, alis Daehyun terangkat mendapati Jinri dan juga Seulgi berada di kelas yang sama lagi dengannya setelah di kelas 2 mereka juga satu kelas.

“Ya. Jinri-ya, Seulgi-ya! Kita bersama lagi rupanya.” Ucap Daehyun di selingi tawa renyahnya. Sementara itu, Sehun terlihat kikuk dan rona wajahnya memerah saat tahu jika ia satu kelas dengan Jinri teman SMP-nya dulu. Ia sangat bersyukur dalam hatinya kalau selama ini haapannya tercapai bisa satu kelas dengan Jinri—orang yang di sukainya.

“Annyeong.” Sapa Jinri dengan melambaikan tangannya ke arah mereka berdua. “Ya! Sehun-ssi apa kau masih ingat denganku?.” Tanya Jinri saat kedua lelaki itu menghampiri mejanya dan berdiri di sampingnya.

Sehun menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. Ia gugup hanya untuk menjawab pertannya sederhana dari Jinri.

“C..Choi Jinri.” Ucap Sehun gugup menyebutkan nama gadis itu.

“Aku kira kau lupa namaku.” Sahut Jinri dengan cengirannya yang lebar.

“Ya, Seulgi-ya kita sekalas lagi.” Ucap Daehyun beralih menatap Seulgi yang hanya menunduk selama percakapan ketiganya berlangsung. Saat Daehyun menyebutkan namanya, ia terkesiap. Ia memainkan kedua kakinya menyembunyikan rasa gugup serta degup jantungnya yang tak karuan.

“N..Ne.” jawab Seulgi singkat dengan nada yang gugup.

“Kau sakit? Wajahmu memerah.” Daehyun menundukkan wajahnya melihat Seulgi yang kala itu terlihat aneh. Mengira bahwa gadis itu sedang sakit, ketika mendapati wajah Seulgi bersemu merah.

“Ti..tidak..aku baik-baik saja, kok.” Jawab Seulgi dengan kekehannya untuk menutupi kegugupnnya.

“Syukurlah.” Sahut Daehyun seraya mengacak pelan rambut Seulgi yang saat itu sukses membuat jantung gadis itu ingin mencuat ke luar.

Itulah takdir yang tak bisa kau hindari. Mungkin bisa untuk kau bantah bahwa itu hanyalah sebuah kebetulan belaka, namun tidak untuk sang pencipta yang sudah menggariskan suatu takdir. Pertemuan yang tak pernah kau duga sebelumnya, namun itu merupakan awal sebuah kisah.

Hari kedua di tahun ajaran baru di awal musim gugur berjalan seperti biasanya. Mungkin untuk kali ini murid kelas tiga akan di sibukkan oleh berbagai mata pelajaran untuk persiapan ujian akhir nantinya. Hampir seluruh pelajaran tiap minggunya akan di adakan ulangan, tak terkecuali pelajaran hari ini—Matematika. Pelajaran yang begitu menguras otak bagi sebagian murid manapun.

“Haaaaa…”

Semua murid berseru saat guru Shin memberitahukan bahwa minggu depan akan di adakan ulangan harian matematika. Bukan tanpa alasan semua murid protes akan hal itu, pasalnya baru saja mereka masuk sekolah dan harus menghadapi ulangan harian. Bahan yang mereka terima hari ini saja hanya sebatas pengenalan dasar.

“Aku tidak yakin bisa menjawab semua soalnya besok.” Daehyun mendesah pelan seraya merebahkan kepalanya di atas lipatan kedua tangannya. “Awal masuk sekolah saja aku harus berurusan dengan kemahasiswaan.” Lanjut Daehyun malas.

Seulgi yang kebetulan duduk di deretan pertama tepat di belakang Jinri yang bersebalahan dengan Daehyun, mendengar keluhan lelaki itu. Ada sebuah ide yang muncul di benak Seulgi, di tatapnya buku catatan matematik yang tadinyaa sempat akan di masukkan ke dalam tasnya namun di urungkannya karena ia berniat akan meminjamkannya pada Daehyun. Ia berdiri dan perlahan ke depan menghampiri bangku Daehyun.

“Daehyun-ah…itu, aku…ini.” Seulgi menyodorkan buku matematikanya pada Daehyun “Aku meringkas setiap penjelasan Shin Songsaenim, dank au bisa mempelajari catatan milikku. Dan jangan khawatir, aku selalu mengingat apa yang aku tulis.” Jelas Seulgi panjang lebar. Setidaknya ia dapat bernapas lega ketika ia bisa memberanikan diri untuk berbicara dengan Daehyun.

Sementara itu Jinri hanya memperhatikan keduanya sambil memakan bekal roti isi yang ia bawa. Dan Sehun hanya menatap ke luar jendela sambil menopang dagunya serta headset yang menempel di telinganya menikmati music yang entah ia dengar atau tidak. Karena sesekali matanya memandang Jinri yang berada di depannya. Walau hanya memandangnya sekilas, namun mampu membuat wajahnya bersemu merah.

“Tapi, apa tidak apa-apa jika aku meminjam catatan matematikamu. Kau juga perlu belajar agar bisa menjawab soal-soal itu nantinya.” Kata Daehyun memastikan. Sebenarnya bisa saja ia pergi ke perpustakaan dan meminjam buku matematika lalu mempelajarinya.

“Jangan khawatir! Aku akan menyalinnya di buku lain, karena aku mengingat semuanya.” Sahut Seulgi dengan senyum yang mengembang menandakan itu bukanlah sebuah masalah baginya.

“Ah, gomawo ne.” Katanya sambil menerima buku dari Seulgi. Ia tersenyum memebentuk eye smile di wajahnya. Sekali lagi, Seulgi merasa gugup kali ini hanya melihat senyum itu.

“Kau pikir, hanya kau saja yang kesuliatan dalam ujian nanti.” Suara berat yang berasal dari belakang keduanya, membuat mereka serempak menoleh ke belakang.

“Bolehkah aku yang meminjamnya lebih dulu? Besok akan aku kembalikan padamu.”

Seulgi mengangkat kedua alisnya, matanya melebar tak mengerti dengan yang di ucapkan laki-laki itu. enak saja kau meminjamnya dari Daehyun, pikirnya. Ia berharap Daehyun tidak memberikan catatannya pada Sehun. Tapi baru saja ia akan mengatakan ‘jangan berikan padanya’ Buku itu sudah berada di meja Sehun.

“Boleh. Kau boleh menyalinnya lebih dulu. Aku tahu kau orang yang lemah terhadap hitung-hitungan, hahaha.”

Oh, Tuhan! Bagaikan petir di siang bolong yang menyambar dirinya. Seulgi ingin merampas buku itu tapi niatnya terhenti saat Daehyun berkata “Tidak apa-apa kan aku meminjamkannya lebih dulu untuk Sehun, Seulgi-ya.”

Ingin sekali ia protes tapi lidahnya terasa kelu saat lagi-lagi ia melihat senyum tulus itu. Hah, andai saja ia bisa mengehentikan waktu. Ingin sekali rasnya ia menginjak-injak lelaki yang saat ini sedang asyik membuka halaman demi halaman catatan milik Seulgi.

Ingin sekali aku membunuhmu Oh Sehun.

“I…Iya, boleh saja.” Jawab Seulgi berusaha memaksakan diri untuk tersenyum.

Sehun terus saja membaca setiap ringkasan milik Seulgi, memahami maksdunya dan mengingatnya di dalam otak. Sementara ia tak peduli atau mungkin tak sadar jika Seulgi terus menatapnya tajam sambil memakan bekalnya dengan lahap. Setiap ia melihat lelaki itu membalikkan setiap lembar bukunya, Ia merasa ingin sekali mencekiknya dan mengatakan ‘Berani sekali kau mengacak-acak catatanku!’.

Sehun terlihat sedikit memahami setiap ringkasan yang di buat Seulgi. Tak salah jika gadis itu di katakan murid terpandai. Sehun membalikkan lembaran akhir dari catatan tersebut, namun saat ia ingin membacanya, ada tulisan kecil di pojok kertas. Saking kecilnya ia sampai menyipitkan kedua matanya untuk bisa membaca tulisan itu. Tulisan hangul yang terlihat cukup berantakan, tapi ia dapat mengenal jejeran huruf yang tertulis di sana. Bibir tipisnya bergerak mengeja setiap hurufnya.

***

“Aku harap kau dengan segera merencanakan masa depanmu dan mengisi formulir rencana study milikmu tepat waktu, Sehun-ah.” ucap guru Shin sambil memberikan lembaran formulir program study setelah lulus SMA nantinya. Ia di panggil oleh guru Shin karena hanya dirinyalah yang belum mengambil formulir itu saat pertama masuk kelas 3.

“Tidakkah kau memberikan waktu untukku untuk memikirkannya, Saem?.” Katanya “Aku tidak bisa memutuskannya hanya dalam beberapa hari.”

Wanita paruh baya itu menghela nafas pelan sebelum berkata “Baiklah, aku memberikanmu waktu. Kau harus mengisinya sebelum ujian akhir tiba.”

Sehun mengangguk dan setelah itu membungkuk hormat sebelum meninggalkan ruang guru.

Lelaki itu melangkah lebar melewati lorong koridor kelas yang saat itu sudah tampak sepi, karena para murid sudah pulang ke rumah masing-masing. Sepanjang jalan menuju kelas, ia hanya bergumam kecil sembari menatap kertas di genggamannya.

“Aku bahkan tidak yakin bisa memutuskannya sebelum ujian akhir tiba.”

Seulgi. Gadis periang sekaligus murid terpandai itu melebarkan senyumannya. Matanya berbinar bagaikan cahaya bintang yang menyinari bumi di malam hari. Pandangannya menyebar mengelilingi setiap sudut ruangan kelas. Kesempatan bagus baginya sore itu, di mana semua teman-teman kelasnya sudah tak ada lagi yang berkeliaran di dalam ruangan berukuran besar itu.

Beruntung ketiga temannya yang bertugas membersihkan kelas hari itu sedang berhalangan, jadi ia dengan senang hati menawarkan diri untuk membersihkan seisi kelas dengan leluasa tanpa ada gangguan. Sekaligus ia dapat menuangkan naluri jiwa kebersihannya.

Setiap sudut ruangan serta kolong-kolong meja tak luput dari pantauannya. Dengan cekatan, gadis berkaca mata itu menyapukan alat pel di genggamannya membersihkan setiap debu yang menempel di lantai. Meja, bangku serta papan tulis yang tadinya tampak berantakan serta banyak coretan kini bersih dan tertapa rapi.

Oh,ada satu bangku yang menarik perhatiannya. Bangku yang terletak paling ujung itu rupanya menggugah perhatiannya. Diapun melangkah setelah sebelumnya ia merapikan letak kursi yang menghalangi jalannya menuju bangku yang telah membuatnya penasaran untuk ia tengok.

“Baiklah, Oh Sehun! Aku tahu kau menyembunyikan buku catatan matematikaku di dalam kolong bangkumu”.

Seulgi melongokkan kepalanya ke bawah meja yang merupakan tempat duduk dari teman satu kelasnya—Oh Sehun. Benar saja, matanya menangkap sebuah buku bersampul warna biru yang di yakini miliknya yang telah di sembunyikan oleh lelaki itu.

“Dasar laki-laki bodoh, seharusnya kau belajar lebih giat lagi dan tidak mengambil buku catatanku”.

Seulgi mengehla nafas pelan seraya mengulurkan tangannya mengambil buku itu. Tunggu! Sejak kapan seorang Oh Sehun menyukai warna pink. Sebuah amplop berwarna pink berada di atas bukunya.

Seulgi mengernyitkan alisnya. Di perhatikan amplop itu dengan seksama sambil membalik-balikkannya. Ada sebuah surat di dalamnya. Rasa penasaran begitu besar di rasakannya, ingin sekali ia tahu apa yang tertulis di dalam surat itu.

Bukankah melihat dan membuka milik orang lain itu tidak di perbolehkan, apalagi itu menyangkut privsai orang lain. Tapi, tidak ada salahnya kan hanya mengintip hanya sedikit saja isi surat itu?

Lagi pula anggap saja ini adalah bentuk pembalasan untuknya yang sudah dengan seenaknya mengambil paksa buku catatannya saat jam pelajaran berlangsung.

Dengan perlahan ia membuka amplop pink itu. sementara suasana seisi sekolah kini berangsur-angsur sepi. Semua murid sudah kembali ke rumah masing-masing. Cahaya senja tampak membiaskan sinar jingganya. Hari semakin sore, sang fajar kini berangsur kembali ke paraduannya. Cahanya jingga memantul menembus jendela kaca ruangan itu.

“Mwoyaaaaa!”

Seketika Seulgi berteriak histeris—lebih tepatnya ia berteriak karena terkejut—saat membaca isi surat tersebut. Kedua matanya melebar, saat ia mengulangi lagi untuk membaca isi surat itu.

“YA! Apa yang kau lakukan, huh?”

Entah dari mana datangnya seorang laki-laki muncul dari balik pintu dengan nafas yang terengah. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Bisa di tebak jika laki-laki itu baru saja berlari menuju kelas. Sementara Seulgi terkesiap saat mendapati laki-laki itu—Oh Sehun—secara tiba-tiba berteriak padanya.

Dalam hitungan detik surat itu kini berpindah tangan. Sehun menatap tajam Seulgi dengan nafasnya yang masih belum teratur. Sementara Seulgi tercengang mendapati kehadiran Sehun serta surat yang sempat berada di genggamannya kini beralih ke tangan laki-laki itu.

“Ma…maaf.”

“Tak seharusnya kau membongkar barang pribadi orang lain!.” Ujar Sehun sarkatis. Lelaki itu membereskan tas sekolahnya lalu berbalik melangkah meninggalkan kelas tanpa sepatah kata setelah itu.

Seulgi hanya menatap kepergian Sehun yang terus berlalu menghilang dari hadapannya. Apa dia marah? Tapi seharusnya ia yang marah karena ia sudah mengambil buku catatannya dari Daehyun, walau Daehyun yang meminjamkannya padanya.

***

Pukul sepuluh malam. Seulgi masih berkutat dengan aktivitas belajarnya, ia berusaha mengingat setiap ringkasan yang ia tulis di catatan yang saat ini berada di tangan lelaki jangkung itu. omong-omong soal catatan miliknya, seketika ia teringat akan kejadian di sekolah sore tadi.

Gadis itu menopnag dagunya di atas buku tulisnya. Ingatannya melayang ke kejadian sore tadi. Ia sempat berpikir bahwa laki-laki yang bernama Oh Sehun itu adalah orang yang bodoh.

Choi Jinri

“Kenapa ia tidak menyatakan perasaanya secara langsung? Dasar bodoh.” Gumam Seulgi sembari menyandarkan punggungnya di kursi seraya mendongakkan kepalanya menatap langit-langit kamarnya.

Sementara itu. Di atas tempat tidur, Sehun terus saja memikirkan kejadian bebarapa jam yang lalu saat di sekolah sore tadi. Sudah kesekian kalinya ia membalikkan tubuhnya ke kiri dan kekanan serta berusaha memejamkan matanya agar ia bisa tidur dan melupakan kejadian t itu. Namun tetap saja tidak bisa. Ia terus memikirkan surat itu.

Seketika ia bangun dan meloncat dari tempat tidrunya, mengambil jaket di dalam lemarinya dan kemudian keluar kamar. Entah ini ide yang bagus atau tidak, yang penting ia harus memastikannya.

***

Suara bel serta ketukan pintu membuyarkan rasa kantuknya. Seulgi berusaha membuka matanya untuk berjalan membukakan pintu. Sebelum ia membuka pintu, di sempatkannya ia melihat jam dinding yang berada di pojok ruangan. Pukul 11.30 malam. Tumben, Sunmi kakanya pulang secepat ini biasanya ia pulang jam 1 pagi.

Pintupun ia buka. Mata yang setengah terbuka itu dengan samar melihat seorang laki-laki yang tak asing baginya berdiri di depan pintu. Sedikit demi sedikit wajah orang itu tampak terlihat jelas di matanya.

Seketika ia terbelalak mengetahui bahwa orang yang dating bukanlah kakaknya melainkan seorang—OH Sehun.

“K…Kau, Hei.” Seulgi terkejut dan sekaligus kesal saat Sehun langsung melongos masuk ke dalam rumahnya tanpa meminta ijin darinya.

“Ya,Ya! Dari mana kau bisa tahu rumahku, huh?” Sehun hanya diam sambil menatap Seulgi dingin.

“Tutup pintunya! Nanti orang akan mengira yang tidak-tidak.”

Oh, Tuhan! Seharusnya Seulgi yang mengatakan seperti itu, kan?

“Seharusnya aku yang cemas jika orang-orang akan berpikir seperti itu.” Sahut Seulgi sarkatis sambil menutup pintu.

Sehun tidak peduli dengan apa yang di ucapkan oleh gadis itu. Ia sibuk memperhatikan setiap isi rumah berukuran sedang dan tampak sederhana namun rapi dan juga bersih, berbanding kebalik dengan keadaan rumahnya.

“Hei, apa keperluanmu ke rumahku?.”

Lelaki itu beralih menatap Seulgi, dan seketika ia baru ingat tujuannya dating kemari. Sehun mendekati Seulgi. Sementara gadis itu mundur beberapa langkah mendapati Sehun yang semakin mendekat dan itu membuat Seulgi ketakutan, berpikir Sehun akan melakukan sesuatu yang mebahayakan.

Gawat! Kini ia terkunci di dinding tembok, sementara Sehun sudah berada dekat dengannya. Kini wajah mulus lelaki itu berada tepat di depan wajahnya. Seulgi menatap Sehun tajam, tapi jantungnya berdetak tak karuan.

“Kau—“

“Wae?.” Sahut Seulgi gugup.

“Apa kau melihat isi suratku?.”

Seulgi menyipitkan matanya samar. Apa yang datang ke rumahnya dan juga mengganggunya malam-malam begini hanya ingin menanyakan hal itu?.

“Aku tanya sekali lagi. Apa kau membaca isi suratku waktu itu?.” Tanya Sehun mengulangi pertanyaannya sekali lagi.

Seulgi mendorong tubuh Sehun kebelakang.

“Aku baru tahu jika surat cinta itu hanya lembaran kosong”. Katanya “Seorang Oh Sehun yang aku dengar sangat menakutkan malah menyukai hal yang seperti itu, hahaha.”

“Ya! Apanya yang lucu, huh?”

“Kau menyukai Jinri?.”

“A…Aku…tidak, ehmm…bukan.”

Seulgi tertawa keras melihat Sehun yang gugup menjawabnya. Sementara Sehun menatap Seulgi kesal. Lelaki itu merobohkan tubuhnya di atas sofa di sampingnya, sambil menyandarkan kepalanya di pinggiran sofa.

“Aku juga tahu kalau kau menyukai Daehyun.”

“M…Mwo?”

Sehun melirik Sulgi sekilas lalu kembali memejamkan matanya. Entah apa yang di lakukannya jika Seulgi memberi tahukannya pada Jinri.

“Aku tidak sengaja melihat tulisan yang kau tulis di pojok kertas catatanmu tadi siang.” Ucap Sehun enteng.

“Ya…ya…ya! Lebih baik kau pulang sekarang!.”

“Tidak mau!.”

“Mwo.”

“Sebelum kau memberitahuku apa yang kau lihat di surat itu.” Sehun sekali lagi ingin memastikan bahwa Seulgi tidak melihat hal yang aneh pada surat itu. Karena ia ingat di balik kertas itu ia menuliskan sesuatu dengan pensil yang tak orang lain tak bisa membacanya. Ia memang tak cukup berani untuk menulisnya secara terang-terangan dan langsung memberikannya pada Jinri.

“Sudah aku bilang, kan. Kalau aku tidak melihat apapun di surat itu, karena surat itu hanyalah lembaran kosong tanpa tulisan.” Jawab Seulgi menjelaskan.

“Tapi…”

“Tapi apa lagi?.”

“Kau benar-benar tidak melihat apapun, kan?.” Lagi-lagi Sehun menanyakan hal itu. ia benar-benar gila akan hal semacam ini.

Ia bangun dan berdiri menatap Seulgi. “Tapi…” ucapnnya terhenti saat Seulgi berteriak kesal padanya.

“YA! Apa kau tidak lihat ini sudah jam berapa, huh?.” Sahut Seulgi sambil menunjuk jam dinding yang menunjukkan pukul 12 malam. Satu jam lagi, maka kakaknya pulang. Dan jika kakaknya melihat ia bersama seorang laki-laki tengah malam seperti ini, bisa di pastikan riwayatkan akan habis seketika.

“Lebih baik kau pulang sekarang juga sebelum kakakku pulang, dan dia akan langsung membunuhmu jika melihat kau berada di sini.” Ancam Seulgi.

“Kau tahu, betapa gilanya aku saat surat itu di tahu oleh orang lain.”

“Tenang saja, aku tidak akan memberitahukannya pada siapapun. Dan aku akan membantumu memberikan saran bagaimana caranya mendekati Jinri. Sekarang aku mohon kau untuk pulang sebelum kakakku pulang.”

“Ta—tapi.”

“Aku janji akan melakukan apa saja untukmu asalkan kau pulang sekarang!.”

“Benarkah kau akan melakukan apa saja untukku?.”

“Iya, aku janji.” Jelas Seulgi sambil terus mendorong Sehun keluar.

“Baiklah aku pegang janjimu—“

Suara Sehun seketika menghilang bersamaan dengan suara pintu itu tertutup. Seulgi akhirnya dapat bernafas lega saat ia bisa mengusir Sehun pulang. Benar-benar lelaki bodoh.

***

Matahari kini siap bertugas menyinari bumi. Aktifias di hari inipun sudah di mulai. Seperti biasa gadis itu selalu menyiapkan sarapan pagi untuk kakaknya. Walaupun matanya masih mengantuk tapi ia tetap berusaha bangun pagi untuk menyiapkan semuanya.

Lingkaran hitam di bawah matanya terlihat jelas, itu di karenakan jam tidurnya terganggu oleh kehadiran Sehun tadi malam.

Saat ia ingin meletakkan sup rumput laut yang di atas meja, ponselnya tiba-tiba bergetar di dalam saku roknya. Di raihnya ponsel yang ada di dalam sakunya, lalu kemudian menekan tombol hijau di layar touch screenya. Nomor asing yang tidak terdaftar di kontaknya terpampang jelas di layar ponselnya.

“Yoboseyo?.”

“Cepatlah kau ke kamarmu!.” Jawab orang di seberang telepon itu. Sementara Seulgi mengernyitkan alisnya penuh tanya.

Tanpa basa basi Seulgipun menuruti perkataan orang itu dan langsung menuju ke kamarnya.

“Cepat buka jendela kamarmu!.”

Kemudian iapun membuka gorden serta jendela kamarnya. Betapa terkejutnya ia mendapati seorang laki-laki berdiri di seberang jendela dengan rambut yang acak-acakan, terlihat sekali bahwa ia baru saja bangun tidur.

“Haaaaaaaaaaah.”

“Aku lapar.”

_To Be Continue_

Preview Chapter 2

Laki-laki itu tersenyum. Tatapan matanya tak henti memandangi gadis di depannya. Setiap tingkah serta gerakan tubuhnya mampu membuat Sehun tertawa kecil, sungguh lucu pikirnya.

Deg..

Entah kenapa degup jantungnya begitu cepat dari biasanya, saat kedua mata mereka bertemu. Ingin rasanya ia berpaling namun ia tak mampu. Ingin sekali ia terus menatap bola mata coklat itu walau hanya dalam kejauhan.

Seketika dadanya terasa sesak, begitu manisnya senyuman itu hingga membuat Sehun lupa cara bernafas dengan baik. Dengan cepat ia berbalik menghindari tatapan itu, jika tidak ia akan mati kehabisan oksigen.

“Hai—“

***

Keringat dingin mengucur membasahi pelipis gadis itu. Seluruh badannya terasa kaku, kedua kakinya terasa lemas tak kuat menopang berat tubuhnya. Aliran darahnya berdesir hebat manakala kedua bola mata coklatnya menatap lekat sepasang mata di hadapannya itu. Tatapan teduh namun menusuk itu mampu membuat Seulgi ingin ambruk seketika. Bibirnya terasa kelu tak mampu mengeluarkan sepatah kata, walau hanya sekedar kata ‘Hai’.

Matanya membulat saat bibir itu membentuk sebuah kengkungan manis. Sungguh, ingin rasanya ia berlari menjauh dari pandangan itu. Sekuat tenaga ia menggerakkan bibirnya hanya untuk mengatakan ‘aku menyukaimu’.

***

Hanya satu kata yang terucap.

“AKU MENYUKAIMU!”

***

Menenangkan pikiran di hamparan pasir putih serta menikmati deburan ombak pada sore hari dengan langit senja di ufuk barat adalah pilihan yang tepat bagi setiap orang, di saat tak ada lagi tempat yang mampu menenangkan. Sementara tenggelamnya matahari menjadi objek meditasi itu sendiri.

Dengan langit yang mulai meredup, luasnya hamparan bumi masih disinari cahaya mentari yagn hampir mulai tenggelam. Semilir angin laut, seakan memberi kekuatan kepada batin untuk teguh dalam merenung. Kejadian yang hampir membuat hati berteriak, yang di yakini hanya terjadi sekali seumur hidup.

Kini lelaki bertubuh tinggi itu bersiap untuk mengeluarkan isi hatinya melalui teriakan yang mewakili semuanya. Sebuah teriakan yang di yakini mampu mengurangi beban pikiran.

Sehun berteriak kencang ke arah hamparan laut luas seolah beban yang ada di pikirannya dapat di telan oleh ombak yang menggulung.

Sementara itu, di waktu yang bersamaan gadis itu juga berteriak di atas hamparan rumput hijau. Berharap sesuatu yang mengganjal hatinya itu dapat terbang bersama dengan rerumputan kering dan melayang jauh ke angkasa. Hingga dapat menghilang dengan sendirinya.

Mereka berdua berteriak menghempaskan beban di hati keduanya.

***

Apakah mereka bisa mengatasi perasaan yang membuncah di hati masing-masing?

Akankah keduanya mampu medekap sesuatu yang mereka inginkan?

Penulis:

nothing impossible this world, so make it happen and dream come true hhtp://redbabystorie.wordpress.com

118 tanggapan untuk “Maid 90 Days // Chapter 1

Your Comment Please